Sintang-www.beritasintang.com-Bupati Sintang, dr. H. Jarot Winarno, M.Med.PH, menghadiri kegiatan sosialisasi Peraturan Bupati Sintang Nomor 122 Tahun 2021 tentang Pedoman Tata Cara Pengusulan dan Penetapan Pengelolaan Rimba/Gupung diluar Kawasan Hutan oleh Masyarakat di Kabupaten Sintang, yang diselenggarakan di Aula Bappeda Sintang, pada Jumat, (25/2/2022).
Turut hadir dalam kegiatan tersebut, Kepala Bappeda Sintang, Kartiyus, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sintang, Edy Harmaini, dan para peserta sosialisasi Perbup Nomor 122 tahun 2021.
Dalam arahannya, Bupati Sintang, Jarot Winarno mengatakan bahwa Organisasi Perangkat Daerah di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Sintang perlu berkolaborasi dengan Non Government Organization untuk memanfaatkan lahan yang ada.
“saat ini luasan hutan yang masih ada di Kabupaten Sintang adalah 1,2 juta hektar. Tetapi yang masih utuh adalah 690 ribu hektar. Diluar kawasan hutan kita masih punya 66 ribu hektar. Itu semua harus kita jaga. Kita sudah punya Peraturan Daerah Kabupaten Sintang Nomor 12 Tahun 2015 tentang Pengakuan dan Perlindungan Kelembagaan Adat dan Masyarakat Hukum Adat. Dengan Perda ini, masyarakat mengusulkan hutan adat kepada Pemkab Sintang. Saat ini sudah ada 4 hutan adat yang sudah kita akui dengan luasan 116 ribu hektar” terang Bupati Sintang
“ada Peraturan Gubernur Kalimantan Barat Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Usaha Berbasis Lahan Berkelanjutan. Perusahaan perkebunan diwajibkan menyisihkan 7 persen untuk menjadi Kawasan Ekosistem Esensial. Dan hari ini kita melakukan sosialisasi Peraturan Bupati Sintang Nomor 122 Tahun 2021 tentang Pedoman Tata Cara Pengusulan dan Penetapan Pengelolaan Rimba/Gupung diluar Kawasan Hutan oleh Masyarakat di Kabupaten Sintang” terang Bupati Sintang
“sebelum ada Perbup ini, sebenarnya sudah ada inisiatif dari desa untuk membuat hutan desa seperti di Sepulut dan sebagainya. Masyarakat ingin menjaga hutan, tetapi tidak tahu untuk apa. Tetapi masyarakat Desa Ensaid Panjang, ingin menjaga hutanya agar bisa mendapatkan pewarna alam untuk membuat tenun. Saat ini tumbuh petani sawit mandiri yang berusaha mengekspansi sawitnya karena harga sawit tinggi” terang Bupati Sintang.
“kopi di Ansok juga luar biasa dan enak. Saya sudah mencoba kopi dan teh yang ditanam di Sintang. Rasanya enak. Area perkebunan cukup 200 ribu hektar, sisanya untuk masyarakat. Semoga dengan adanya Perbup ini membawa tanda baik dalam pengelolaan hutan atau gupung di Kabupaten Simtang. Terima kasih kepada akademisi dan NGO yang sudah mendukung adanya Perbup ini” terang Bupati Sintang.
Sementara itu, Regional Facilitator Kalimantan Forest Project di Kabupaten Sintang, Dessy Ratnasari, menjelaskan bahwa kegiatan ini untuk mensosialisasikan Peraturan Bupati Sintang nomor 122 tahun 2021, “yang dimana isinya tentang Pedoman Tata Cara Pengusulan dan Penetapan Pengelolaan Rimba/Gupung di Luar Kawasan Hutan oleh Masyarakat di Kabupaten Sintang”, jelas Dessy.
Dessy menambahkan bahwa pelaksanaan penyusunan Peraturan Bupati nomor 122 tahun 2021 memakan waktu hampir 1 tahun, “penyusunan kita mulai sejak Januari 2021 dengan meeting pertama kali dibuka langsung juga oleh bapak Bupati, dan Perbup 122 tahun 2021 ditandatangani pada tanggal 20 Desember 2021”, ujarnya.
Dessy menjelaskan bahwa penyusunan Peraturan Bupati nomor 122 tahun 2021 merupakan inisiatif Pemerintah Kabupaten Sintang dalam rangka menjaga tutupan hutan di luar kawasan hutan di Kabupaten Sintang berdasarkan hasil rapat teknis OPD pada tanggal 10 November 2020 di Aula BAPPEDA Sintang, “proses penyusunan Peraturan Bupati ini mendapat dukungan dari Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan UNDP Indonesia melalui Kalimantan Forest Project (KalFor), pelaksana penyusunan Peraturan Bupati melibatkan Universitas Kapuas Sintang bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura Pontianak”, jelasnya.
“Proses penyusunan Peraturan Bupati ini melalui konsultasi meeting para pihak yang melibatkan OPD teknis Pemerintah Kabupaten Sintang, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, NGO, akademisi, perusahaan hingga perwakilan masyarakat desa-desa yang memiliki inisiaif menjaga hutan di luar kawasan hutan di Kabupaten Sintang. Terdapat 10 kali pertemuan konsultasi dalam rentang bulan Januari-Desember 2021, Secara khusus proses konsultasi juga melibatkan Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Barat dan Kanwil Hukum dan HAM Provinsi Kalimantan Barat, terutama dalam kaitan dengan kewenangan Pemerintah Kabupaten dalam mengeluarkan Peraturan Bupati tentang pengelolaan hutan di luar kawasan hutan”, masih kata Dessy
Dessy menambahkan bahwa lamanya waktu yang diperlukan untuk penyusunan Peraturan Bupati mengingat banyaknya hal yang perlu didiskusikan dan dikonsultaskan baik secara subtansi isi perbup terkait inisiatif menjaga dan melestarikan hutan di luar kawasan hutan, “hal ini agar konsutasi hukum dan produk hukum ini bisa sejalan dengan kewenangan kabupaten dalam mengatur tutupan lahan di daerah. Dapat dikatakan Peraturan Bupati ini merupakan Peraturan Bupati pertama di Indonesia yang mengatur pengelolaan hutan di luar kawasan hutan ooleh masyarakat. Oeh karena itu penyusunan Peraturan Bupati perlu mencari rujukan yang tepat dan melakukan harmonisasi dengan peraturan perundang-undangan yan berad diatasnya agar tidak menimbulkan masalah tumpang tindih aturan”, tambahnya.
“hasil daripada keluaran Perbup ini setelah melalui berbagai konsultasi maka Perbup ini secara spesifik menggunakan terminologi lokal rimba / gupung, yang artinya Rimba, tawang dan istilah sejenisnya merupakan hutan alami yang dijaga kelestariannya oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan sementara gupung, tembawang dan sejenisnya. merupaka istilah lokal yang merujuk pada lokasi berhutan yang ditumbuhi pohon buah-buahan, yang dimanfaatkan masyarakat sekitar dan dijaga kelestariannya secara turun temurun”, tutup Dessy.