Selesaikan Batas Desa, Sekda Sintang Buka Collaborative Governance Workshop II Tahun 2022

Harniati Kadivyankumham Kalbar Bilang Pendaftaran Kekayaan Intelektual Komunal Gratis
22/07/2022
Evaluasi Progress Pembangunan Kawasan Perbatasan, Bupati Sintang Pimpin Rakor
22/07/2022

Selesaikan Batas Desa, Sekda Sintang Buka Collaborative Governance Workshop II Tahun 2022

Selesaikan Batas Desa, Sekda Sintang Buka Collaborative Governance Workshop II Tahun 2022

Sintang-www.beritasintang.com-Sekretaris Daerah Kabupaten Sintang, Dra. Yosepha Hasnah, M.Si, membuka kegiatan Collaborative Governance Workshop II Tahun 2022 guna mendukung akuntabilitas, penetapan dan penegasan tapal batas desa di Kabupaten Sintang, kegiatan dilaksanakan di Aula Bappeda Sintang, pada Rabu, 20 Juli 2022.

Sekretaris Daerah Kabupaten Sintang Yosepha Hasnah menjelaskan bahwa Collaborative governance dilatarbelakangi oleh perkembangan organisasi dan  tumbuhnya pengetahuan dan kapasitas institusi atau organisasi seiring dengan pengalamanpengalaman yang diperoleh dari lingkungan selama organisasi tersebut bekerja dalam rentang  waktu tertentu. Dalam konteks collaborative governance terdapat beberapa stakeholder yang memiliki tujuan yang sama, memiliki spesialisasi dan kapasitas yang berbeda-beda. “Collaborative governance adalah sebagai pengaturan pemerintahan di mana instansi pemerintahan secara langsung mengajak para pemangku kepentingan untuk membuat keputusan secara bersamasama dalam sebuah forum yang bersifat formal, berorientasi konsensus, terdapat kebebasan yang bertujuan untuk membuat atau melaksanakan kebijakan publik atau mengelola program

dan aset publik. Pada sisi lain, collaborative governance telah menempatkan banyak penekanan pada kolaborasi sukarela dan hubungan horizontal partisipan multisektoral, karena tuntutan pemangku kepentingan sering melampaui kapasitas dan peran organisasi publik tunggal, dan membutuhkan interaksi di antara berbagai organisasi yang terbaik dan terlibat dalam kegiatan publik” terang Yosepha Hasnah

“kolaborasi diperlukan untuk memungkinkan governance menjadi terstruktur sehingga efektif memenuhi permintaan yang meningkat yang timbul dari pengelolaan lintas pemerintah, organisasi, dan batas sektoral. Dalam hal ini, untuk membangun jaringan dalam collaborative governance dibutuhkan ketersediaan dari inisiatif insitusional untuk membangun interaksi antara pemerintah dengan pemangku kepentingan non pemerintah. Secara khusus, pihak yang terlibat dalam proses kolaborasi adalah pihak yang sedang menghadapi kompleksitas masalah dan oleh sebab itu membutuhkan penyelesaian bersama” tambah Yosepha Hasnah

Dalam collaborative governance terwujudnya kolaborasi dapat dilihat dari adanya forum yang menjadi wadah. Keterlibatan pihak-pihak ini tentu dilatarbelakangi oleh berbagai faktor pendorong untuk melakukan kerjasama karena pihak tersebut menangani masalah yang sama atau berada dalam lingkup permasalahan yang sama, dan mungkin juga karena pihak tersebut  memang diminta untuk melakukan kerjasama dengan anggapan yang dapat membantu tercapainya tujuan setelah berkolaborasi. Proses kolaborasi yang terjadi antar lembaga pemangku kepentingan dengan masyarakat dapat dilihat dari proses yang terjadi di dalam forum. Forum tersebut dibuat dengan tujuan untuk memberikan wadah dalam melakukan koordinasi antar stakeholder” tambah Yosepha hasnah

“Konsep Collaborative Governance sebagai sebuah basis alternatif dinilai mampu mewujudkan percepatan dan implementasi kawasan perdesaan. Collaborative Governance merupakan sebuah proses yang di dalamnya melibatkan berbagai stakeholder. Collaborative Governance juga diartikan sebagai sebuah pengaturan yang mengatur satu atau lebih lembaga publik secara langsung terlibat dengan pemangku kepentingan non publik dalam proses pengambilan keputusan kolektif bersifat formal, berorientasi konsensus, dan musyawarah yang bertujuan untuk membuat atau mengimplementasikan kebijakan publik atau mengelola program atau aset publik” terang Sekda Sintang

Comments are closed.