SINTANG – Cita-cita pembangunan manusia yang religius melalui pendidikan berada di pundak guru. UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen mendefenisikan guru sebagai pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik.
“Tegas dinyatakan dalam Undang-Undang tersebut bahwa guru memiliki tanggung jawab sebagai pendidik. Tetapi dalam realitas saat ini banyak oknum guru yang perbuatannya tidak sesuai dengan jati dirinya sebagai seorang guru,” kata Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sintang, H Senen Maryono, kemarin.
Karena itu, Senen meminta seluruh tenaga pendidik (guru,red) menghindari hal-hal negatifyang dapat merusak citra guru itu sendiri. Kemudian sebagai seorang guru harus bisa beradaptasi dengan lingkungan sekolahnya masing-masing. Sebab, dengan kondisi Kabupaten Sintang yang majemuk tentu setiap sekolah akan berisikan siswa yang majemuk. Artinya dari semua suku etnis ada di sekolah dengan berbagai karakter yang berlainan.
“Ini adalah tugas tenaga pendidik agar bisa menjadi guru yang handal dan berinovasi sesuai tuntunan zaman,” katanya.
Senen menuturkan kondisi anak didik muda dan remaja ini juga menjadi persoalan. Dalam menghadapi tuntutan zaman tentu dibutuhkan seorang pendidik atau guru yang memiliki pemikiran dan keteladanan serta insting untuk mendidik. Dengan artian bisa membuat anak didik berkonsentrasi dan fokus menimba ilmu.
“Apalah artinya ilmu yang sudah didapatkan tapi tidak bisa dijabarkan pada generasi muda yang ada di Sintang,” katanya.
Mendidik itu, menurutnya, ibarat melukis, murid sebagai kain kanvas dan guru sebagai pelukisnya. Di tangan gurulah lukisan dibuat dan lukisan seperti apa yang akan diciptakan. Bagus dan tidak bagusnya lukisan tergantung kepada si pelukis. Baik-buruknya sikap peserta didik tergantung kepada orang yang mendidiknya yaitu guru.
“Maka jadilah guru yang berkarakter untuk mewujudkan pendidikan karakter,” tegasnya.